Sembunyi di Balik Kata 'Baperan'

 Sembunyi di Balik Kata 'Baperan'

    "Masa gitu aja kesel sih? Baperan banget, lu!" "Ga perlu baper, bercanda doang kok."

Pernah dengar kata-kata semacam itu? Atau bahkan pernah ngucapin ke orang lain atau diri sendiri? Sadar ga? Kata "baperan" sering jadi tameng dari rasa bersalah. Alih-alih minta maaf, malah ngatain orang.

    Baper atau bawa perasaan memiliki arti terlalu sensitif atau terbawa perasaan dalam merespon suatu peristiwa. Dalam psikologi, orang yang baper disebut sebagai Highly Sensitive Person (HSP). Setiap orang punya kadar baper yang berbeda-beda. Ada yang nonton film "Alangkah Lucunya Negeri Ini" sampai nangis sesenggukan, tapi nonton "Miracle in Cell Number 7" sedihnya ga sampai ngeluarin air mata. Ada pula yang bersikap sebaliknya, nangis dua-duanya, atau ga nangis sama sekali.

    Dari contoh itu aja, udah jelas kalau sensitivitas setiap orang tidak sama. Kebanyakan dipengaruhi oleh latar belakang mereka, baik keluarga, pendidikan, ekonomi, maupun peristiwa yang pernah mereka alami.

    Bagi anak dari keluarga yang utuh, candaan soal orang tua mungkin biasa aja. Beda cerita kalau candaan itu dikasih sama anak yatim atau broken home, mesti 'baper'. Sama halnya dengan bahasan skripsi. Ada mahasiswa yang biasa aja meski belum lulus tepat waktu, tetapi ada mahasiswa yang jadi sedih karena skripsi belum kelar sementara ia ingat biaya kuliah yang membebani orang tuanya.

    Masalahnya, kadang kita tidak tahu latar belakang atau peristiwa apa yang telah menimpa orang yang kita ajak bercanda. Nah, ini juga sering terjadi pada komentar-komentar di media sosial. Sebagai contoh, seorang public figure melakukan sebuah kesalahan kecil di atas panggung. Kemudian rekan kerjanya membuat lelucon dari kesalahan itu. Ia pun mengungkapkan rasa sakit hatinya di media sosial. Setelah unggahan itu, rekan kerjanya bilang, "Aku minta maaf. Ga usah diambil hati ya, tadi itu beneran cuma bercanda kok." Herannya, ada beberapa netizen yang justru berkomentar, "Candaan kaya gitu wajar banget sebenernya. Apalagi buat artis. Jadi artis jangan baperan dong!" "Lagi PMS kali, cuma gitu aja baper. Kan yang dikatain emang bener." Padahal netizen kan ga tau apa yang sebenarnya public figure itu alami.

    Jangankan komentar untuk public figure, komentar buat teman kita sendiri yang suka curhat soal peristiwa yang bikin dia tersinggung di media sosial seringkali tidak enak dibaca. Niatnya meluapkan perasaan kesal, eh malah tambah kesal karena komentar. Yang lebih parah lagi, pelakunya justru menjadikan curhatan tadi sebagai bahan lelucon ke orang lain. "Si X mah orangnya emang baperan banget, kaya gitu doang dicurhatin," begitu katanya.

    Lagi-lagi orang itu sembunyi di balik kata "baperan". Kebiasaan seperti ini harus dibuang jauh-jauh. Rasa bersalah seseorang semakin berkurang karena kata "baperan". Akibatnya, dia ga mau minta maaf, Ia justru jadi pribadi yang mudah menghakimi orang tanpa evaluasi terlebih dahulu. Bahaya banget kan?!

    Ga cuma bahaya buat kepribadian kita, tapi juga bahaya buat orang yang dicap "baperan" tadi. Bisa-bisa dia menyalahkan dirinya sendiri, lalu takut berbaur dan bercengkerama dengan orang lain. Ga cuma itu, orang yang dengar bahwa si X ini baperan bisa jadi malas ngobrol sama X. Pikirnya nanti obrolan ga asyik karena ada yang terusik. Mau bercanda untuk mengakrabkan diri malah jadi takut/khawatir.

    Padahal, Islam mengajarkan kita untuk tidak membuat orang lain khawatir (takut). Rasulullah Muhammad saw. bersabda,

لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

Artinya: “Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Daud no. 5004 dan Ahmad 5: 362)

    Nah, udah paham kan... Kalau setiap orang punya tingkat baper yang berbeda tergantung latar belakang mereka. Satu kata dapat berdampak positif, negatif, maupun netral untuk setiap orang. Kita tidak bisa mengontrol perasaan maupun tindakan orang lain, tetapi terkadang bisa mempengaruhinya. Oleh karena itu, kontrol tindakan kita agar tidak berpengaruh buruk pada orang lain maupun diri sendiri.

    Jika dalam sebuah obrolan ada orang yang terlihat tersinggung atau tidak nyaman, itu namanya bukan baperan melainkan respon valid dari seseorang yang merasa batasnya telah dilewati. Kalau menghadapi hal demikian, stop sembunyi di balik kata "baperan" dan segera meminta maaf. Jaga perkataan yang keluar dari mulut maupun jari kita ya...


Kamila Munna


Referensi:

  • gramedia.com
  • health.detik.com
  • idntimes.com
  • rumaysho.com

PS: Ini berlaku juga buat yang suka buat orang 'soalah jadi spesial' padahal sebenarnya biasa aja. Nanti kalau dia baper, terus ditolak/dighosting dengan alasan "dianya yang baperan", sakit hati dia.

Share:

0 comments:

Post a Comment