“Bumi Tambun Bungai, Bumi Pancasila” adalah sebutan untuk Provinsi Kalimantan Tengah, provinsi terbesar di Pulau Kalimantan. Ada yang bilang, Kalimantan merupakan akronim dari “kaya lingkungan alam, emas, dan intan”. Memang benar, pulau ini menyimpan begitu banyak kekayaan, bukan hanya kekayaan alam berupa flora dan fauna, tapi juga kaya adat dan budaya masyarakatnya.
Di Kalimantan Tengah, kebanyakan profesi masyarakat
sangat bergantung pada kekayaan alamnya, seperti penambang emas, petani kelapa
sawit, nelayan ikan air tawar, dan banyak masyarakat yang bekerja di bidang
pariwisata. Kekayaan alam ini tentu sangat menguntungkan mereka. Namun, seperti
kebanyakan sifat manusia yang merusak,
kebanyakan masyarakat Kalimantan Tengah melakukan pekerjaan mereka tanpa
memperhatikan dampak yang ditimbulkan.
Kekayaan
alam yang melimpah, mengantarkan kita pada satwa asli Indonesia yang ada di
Kalimantan Tengah. Nama satwa ini adalah “orangutan”
yang berasal dari dua kata, yaitu “orang” dan “hutan”, artinya orang yang hidup
di hutan. Individu ini termasuk golongan primata. Apa Anda tahu penggolongan primata? Inilah ironisnya, banyak sekali
orang yang tidak tahu perbedaan jenis-jenis primata. Secara umum, primata
dibedakan atas dua jenis, antara lain:
1. Kera, yaitu primata yang tidak memiliki ekor.
Contohnya: orangutan, gorila dan owa.
2. Monyet, yaitu primata yang memiliki ekor.
Contohnya: bekantan dan baboon.
Kondisi
orangutan di Kalimantan Tengah saat ini dinyatakan langka. Populasinya selalu menurun, bisa mencapai 1-2% per tahun.
Banyak sekali faktor yang menyebabkan kelangkaan orangutan. Salah satunya
adalah pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dengan cara yang salah.
Perkebunan tanaman yang harus ditanam dengan jarak 8-9 meter ini membutuhkan
lahan yang sangat luas, bahkan mencapai 100 ha. Cara tercepat untuk membuka
lahan bagi tanaman penghasil minyak goreng ini adalah dengan membakar
hutan.cara tersebut sangat merusak ekosistem lingkungan, kabut asap melanda dan
pohon-pohonterbakar. Tidak hanya pohon yang terbakar, satwa di dalamnya juga
terbakar, termasuk orang utan. Orang-orang yang membuka lahan untuk kelapa
sawit dengan cara membakar adalah orang yang
menanam tanaman beribu manfaat, tetapi merusak beribu manfaat yang telah
tertanam sejak lama.
Untungnya,
ada beberapa orang yang sangat peduli pada kelestarian orangutan. Mereka sadar
akan pentingnya orangutan sebagai petani
hutan, yaitu penyebar biji di alam dan pemelihara hutan. Orang-orang ini bahkan merehabilitasi
orangutan yang mengalami penyimpangan perilaku dengan tujuan untuk
mengembalikan kemampuan alami orangutan. Pusat rehabilitasi ini berada di
Kalimantan Tengah, yaitu Arboretum Nyaru Menteng. Di tempat ini, staf-stafnya
sering bersosialisasi tentang upaya pelesterian orangutan kepada para
pengunjung. “Suarakan!” hanya itu yang mereka minta.
Kak
Hermansyah, salah satu staf di Arboretum Nyaru Menteng berpesan bahwa jika kita
tidak mampu ikut serta dalam perehabilitasian orangutan, setidaknya kita bisa menjaga
mereka mulai dari kebaikan kecil,
seperti membuang sampahpada tempatnya. Hal ini mempunyai pengaruh besar
terhadap hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan.
Untuk
mewujudakan kelestarian sumber daya alam Nusantara, manusia diharapkan dapat
menjaga lingkungannya. Walaupun tidak semua orang bisa terjun langsung dalam
upaya perehabilitasian orangutan, tetapi semua orang bisa menjaga mereka.
Caranya, dengan melakukan kebaikan-kebaikan kecil di lingkungannya sendiri,
seperti menjaga kebersihan dan menghemat listrik dan air. Hal ini berkaitan
dengan ketergantungan antara manusia dengan alam. Apabila alam terjaga, maka
manusia akan mendapatkan manfaat dari alam untuk kelangsungan hidupnya. Bukan
hanya manusia, bahkan spesies lain seperti orangutan juga dapat merasakan
kenyamanan.
Kamila Munna
0 comments:
Post a Comment