Resume Bacaan
CATATAN PENDIDIKAN
oleh: Kamila Munna
Judul :
Catatan Pendidikan
Penulis :
Muhammad Ardiansyah
Tahun terbit :
2017
Penerbit :
Ma’had ‘Aly Hujjatul Islam,
Depok
Cetakan ke- :
1
Tebal buku :
vi + 164 halaman
Resume :
CATATAN PENDIDIKAN
1.
Waktu Adalah Ilmu
Aktivitas
keilmuan yang menunjukkan bagaimana para ulama sangat menghargai waktu berikut
sudah menjadi budaya bagi para ulama.
a.
Membaca dan
meneliti;
b.
menulis karya
ilmiah;
c.
menerjemahkan;
d.
hafalan;
e.
mengajar; dan
f.
mengembara.
Kini,
umat Islam berada di titik anti-klimaks peradaban. Semangat membaca semakin
menurun sehingga produktivitas menulis ikut menurun. Penerjemahan karya ilmiah,
hafalan, dan aktivitas mengajar juga tak sehebat dulu. Majlis ilmu kini berubah
menjadi hanya sekadar tempat tausiyah, tak lagi membahas masalah keilmuan
secara mendalam.
2.
Ilmu Nafi’
untuk Perbaikan Pendidikan
Tujuan
pendidikan di Indonesia tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan
Nasional serta UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Untuk mencapai
tujuan tersebut, diperlukan ilmu yang bermanfaat (ilmu nafi’). Menurut Iman
al-Ghazali dalam kitab Bidayat al-Hidaayah, ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membuatmu
bertambah takut kepada Allah, membuat mata hatimu semakin tajam terhadap
aib-aibmu, menambah ma’rifatmu dengan
menyembah-Nya, mengurangi keinginanmu terhadap dunia, menambah keinginanmu
terhadap akhirat, membuka mata hatimu tentang rusaknya segala amalmu, sehingga
engkau menjaga diri dari kerusakan itu, dan membuatmu teliti atas perangkap dan
tipu daya setan. Pendapat ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Fathir: 28,
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang yang berilmu.”
3.
Resepsi Perkawinan dan Majlis Ilmu
Berikut
hal-hal yang dilakukan seseorang yang mau ke resepsi perkawinan.
a.
Senang hati
b.
Ingatan tinggi
c.
Mempersiapkan
diri sebaik mungkin
d.
Disiplin waktu
tinggi
e.
Semangat reuni
f.
Betah di tempat
resepsi
g.
Sedih hati meski
ada udzur syar’i
InsyaaAllah, peradaban Islam akan bangkit kembali jika semangat
umat muslim datang ke majlis ilmu seperti datang ke resepsi perkawinan.
4.
Bertaqwalah Niscaya Berilmu
Ilmu
Allah dapat diperoleh dengan 2 cara. Pertama, ‘ilmu kasby (usaha yang serius seperti membaca, menghapal,
mengulang-ulang pelajaran, dan sebagainya). Kedua, ‘ilmu wahby (taqwa kepada Allah, yaitu menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya).
5.
Pendidikan Islam untuk Kemaslahatan
Mashlahah dharuuriyah
meliputi lima hal pokok yang harus dipelihara demi terwujudnya kehidupan yang
baik di dunia dan di akhirat, yaitu:
a. Memelihara agama (hifzd ad-diin)
b. Memelihara jiwa (hifzd
an-nafs)
c. Memelihara akal (hifzd
al-aql)
d. Memelihara keturunan (hifzd an-nasl)
e. Memelihara harta (hifzd al-maal)
6.
Rihlah Ilmiah
Sebagai
sebuah perjalanan, rihlah ilmiah
membutuhkan beberapa persiapan, yaitu: (1) niat yang benar; (2) istiqomah dalam kebenaran; (3) materi,
berupa bekal keuangan, pengetahuan tentang tempat yang dituju, dan sebagainya.
Bekal tersebut merupakan bekal yang utama, sisanya seperti sabda Nabi Muhammad
Saw., “Anda lebih mengetahui urusan dunia
Anda.”
7.
Pendidikan Anak Menurut Imam al-Ghazali
a.
Aspek adab
Rasulullah Saw.
bersabda, “tidak ada pemberian orang tua
kepada anaknya yang lebih utama dibandingkan pendidikan (adab) yang baik.”
(HR. Ahmad).
b.
Aspek ilmu
Sejak kecil, anak-anak
diajarkan Al Qur’an, Hadits, dan cerita orang-orang sholih.
c.
Aspek
kedisiplinan
Dalam melaksanakan
disiplin, orang tua harus berwibawa di depan anaknya. Orang tua juga harus
menanamkan sifat berani kepada anaknya sehingga tidak cengeng apabila mendapat
teguran atau hukuman dari siapapun.
d.
Aspek kesehatan
fisik
Anak harus dibiasakan
bergerak di siang hari. Setelah belajar, anak sepatutnya diizinkan bermain.
Menurut al-Ghazali, melarang anak bermain akan membuat hati anak menjadi keras
dan menurunkan semangat belajarnya.
e.
Aspek sosial
Dalam pergaulan, anak
harus dididik berbicara santun, bersikap rendah hati, menghormati orang lain,
mencegah mengambil hak orang lain, saling memberi, dan tidak terlalu banyak
bicara.
f.
Aspek ibadah
Pembiasaan ibadah sejak
kecil sanat penting, agar ketika dewasa anak terbiasa melaksanakan perintah
Allah dengan senang hati.
8.
Nilai-Nilai Pendidikan dalam Peristiwa Isra’ Mi’raj
a.
Memperkuat
aqidah umat Islam;
b.
Pendidikan
ibadah: shalat; dan
c.
Pentingnya menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab, bangkitmya peradaban harus didahului
dengan bagkitnya tradisi ilmu.
9.
Pendidikan untuk Perempuan
Allah
Swt. telah menjadikan istri Nabi Nuh as. dan istri Nabi Luth as. sebagai contoh
perempuan kafir dalam QS. At Tahrim: 10—12. Istri Nabi Nuh as. mengkhianati
suaminya dengan mengingkari beliau dan menganggap beliau gila. Sedangkan istri
Nabi Luth as. mengkhianati suaminya dengan memberitahu kedatangan tamu suaminya
sehingga kaumnya yang suka sesama jenis datang ke rumahnya. Sifat khianat
inilah yang menjerumuskan kedua istri nabi tersebut ke dalam kebinasaan.
Di
sisi lain, ada juga perempuan yang dapat menjadi teladan baik. Istri Fir’aun,
Asiyah binti Muzahim, merupakan wanita yang kuat iman dan teguh keyakinannya.
Meskipun di bawah kekuasaan suaminya yang dzalim dan biadab serta disiksa
dengan pedih, beliau berserah diri kepada Allah dan tidak goyah keyakinannya
hingga wafat dalam keadaan istiqomah. Selain Asiyah, muslimah yang patut
diteladani adalah Maryam binti Ibran yang suci karena pandai menjaga diri.
10.
Pendidikan Seks yang Beradab
Dari
beberapa ayat Al Qur’an dan riwayat Hadits, setidaknya ada 3 solusi masalah
penyaluran syahwat, antara lain:
a.
menikah bagi
yang sudah mampu;
b.
berpuasa bagi
yang belum mampu menikah; dan
c.
bagi yang belum
mampu menikah dan merasa berat berpuasa, hendaknya diajak dialog agar berpikir
dan hatinya tersentuh.
11.
Tiga Pembaharu Ahlussunnah
a.
Imam Muhammad
ibn Idris asy-Syafi’i (150—204 H)
b.
Imam Abul Hasan
al-Asy’ari (260—330 H)
c.
Imam Hujjatul
Islam Abu Hamid, Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali (450—505H)
12.
Kurikulum Adab dalam Syair Imam Syafi’i
a.
Ikhlas karena
Allah.
b.
Meninggalkan
perbuatan dosa.
c.
Menuntut ilmu
sejak dini.
d.
Mencatat setiap
ilmu yang dipelajari.
e.
Bersikap sabar
di bawah bimbingan guru.
f.
Manajemen waktu
yang baik dan bersikap selektif.
g.
Menikmati ilmu
yang dipelajari.
h.
Bergaul dengan
orang berilmu dan beramal shalih.
i.
Mengembara
mencari ilmu.
j.
Menghargai
pendapat orang lain.
k.
Tak pernah merasa
puas dengan ilmu yang dimiliki.
13.
Pendidikan dan Kepemimpinan
Contoh
paling tepat adalah Sang Penakluk Konstantinopel, Muhammad al-Fatih (Sultan Muhammad II) yang mampu menjadi
pemimpin hebat pada usia 22 tahun. Ayah beliau, Ash-Shalabi (Sultan Murad II),
mempercayakan Maulana Ahmad ibn Ismail al-Kurani untuk mendidik anaknya dan
membekali sang guru dengan tongkat untuk memukul Muhammad jika tidak taat
kepadanya. Maulana al-Kurani berhasil membuat al-Fatih serius belajar dengan
penuh adab dan mampu mengkhatamkan Al Qur’an dalam waktu singkat. Proses
pendidikan ini merupakan sinergi dan kesungguhan dari orang tua, guru, dan
murid.
Selain
al-Kurani, Muhammad al-Fatih juga
memiliki guru hebat bernama Syekh Aaq Syamsuddin. Selain sebagai pendidik,
beliau juga sebagai pemberi motivasi yang mampu meyakinkan muridnya akan
potensi yang dimiliki. Di samping itu, seorang murid harus memiliki keinginan
kuat untuk merubah diri menjadi lebih baik, menghormati guru, dan ikhlas menuntut
ilmu.
14. Resep Imam
al-Ghazali
Menurut
al-Ghazali, jalan kebahagiaan yang hakiki adalah mengikuti jalan kenabian,
yaitu menyucikan diri dari akhlaq-akhlaq tercela serta mengisinya dengan ilmu
dan hikmah untuk menapaki jalan kebahagiaan. Hati menempati peran sentral dalam
meraih kebahagiaan. Kebahagiaan yang terbesar dan hakiki adalah mengenal Allah
Swt (ma’rifatullah). Jalan untuk
mencapai ma’rifatullah yaitu dengan
mengenal dirinya sendiri terlebih dahulu.
15.
Kekuatan Doa dalam Pendidikan
Doa. Kata singkat tapi padat. Apa yang sangat
sulit bagi manusia, sangat mudah bagi Allah Swt. Sudah sepatutnya setiap pihak
dalam dunia pendidikan saling mendoakan. Ingatlah janji Allah dalam QS. Ghafir:
60, “Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya
Aku perkenankan.”
Wallaahu a’lam bish-shawaab
0 comments:
Post a Comment