Zero Waste untuk Zero Emissions: Makanan dan Perubahan Iklim

 

Makanan dan Perubahan Iklim


Tahukah kamu? Terdapat lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia menderita kelaparan kronis di tahun 2022. Di sisi lain, lebih dari 1 miliar orang di dunia mengalami obesitas. Yang lebih mengejutkan, ada sekitar 2,5 miliar ton makanan terbuang dari proses produksi hingga konsumsi. Bayangkan jika makanan tersebut tidak terbuang, berapa orang yang terselamatkan dari derita kelaparan?

            Itu baru salah satu permasalahan makanan yang kita hadapi. Nyatanya makanan juga berpengaruh pada perubahan iklim. Gimana bisa? Coba ingat-ingat, dari mana makanan yang kamu konsumsi? Dari pertanian atau peternakan hingga sampai ke piring kamu itu lewat proses apa saja? Berapa sih jarak yang sudah dilewati makanan itu (food miles)?

            Nah, udah kebayang belum kira-kira kontribusi makanan terhadap perubahan iklim itu apa?

1.    Penurunan kesuburan tanah

Pertanian, perkebunan, maupun peternakan, bahkan pabrik pengolahan makanan membutuhkan lahan yang luas. Seringkali terjadi pengalihan lahan dari hutan alami menjadi tempat yang ‘lebih bernilai ekonomi’.

Tidak adanya pohon yang karbon, air, dan unsur hara lainnya membuat kesuburan tanah menurun. Hal ini berakibat pada pertanian yang kurang subur. Penyerapan emisi karbon di bumi pun berkurang sehingga menyumbang kenaikan suhu bumi (pemanasan global).

2.    Masukan bahan kimia berat

Tanah yang ditanami satu jenis tanaman terus-menerus dapat berkurang kesuburannnya akibat pengerasan struktur permukaan tanah, hilangnya vegetasi organisme bawah tanah, serta kemampuan serapan air.

Karena tidak subur, maka petani menggunakan bahan kimia untuk membantu tanaman tumbuh dengan baik. Alih-alih mengembalikan kesuburan tanah, bahan kimia justru mencemari tanah dan air. Bahan kimia juga memancarkan radiasi pada makhluk hidup di bawah tanah dan emisi gas rumah kaca.

3.    Food miles

Makanan yang sampai di piring kita telah melewati jarak tempuh transportasi yang tidak pendek, sejak waktu produksi, distribusi, hingga konsumsi. Selama produksi dan distribusi tersebut, tentu alat dan kendaraan yang digunakan mengeluarkan polusi udara yang menjadi salah satu penyebab perubahan iklim.

4.    Food loss dan Food waste

Food loss merupakan makanan yang terbuang dalam proses produksi, biasanya karena perlakuan pascapanen yang kurang baik.

Sementara itu, food waste adalah makanan yang terbuang karena kelalaian dari penyedia makan maupun konsumen, seperti makanan yang tidak habis.

Sampah sisa makanan ini berjumlah 39,69% dari seluruh sampah di Indonesia. Terbuangnya makanan memberi dampak negatif pada lingkungan, ekonomi, dan kondisi sosial.

Makanan dan perubahan iklim ternyata saling mempengaruhi. Peran makanan pada perubahan iklim sudah dijelaskan di atas. Sebaliknya, jika terjadi perubahan iklim tentu produksi makanan juga akan semakin sulit. Tanaman dan ternak sulit mendapat air dan makanan alami yang tidak tercemar, belum lagi bumi yang semakin panas juga mempengaruhi pertumbuhan mereka.

Lantas apa yang dapat kita lakukan untuk meminimalisir perubahan iklim melalui makanan? Langkah paling sederhana ialah mengambil makanan secukupnya, menghabiskannya, dan berbagi jika memiliki kelebihan makanan. Langkah lainnya yaitu makan sesuai musimnya (memperbanyak ragam makanan), mengolah dan menanam makanan sendiri, serta menanam secara polikultur menggunakan pupuk organik. Kita juga dapat berperan dengan mengajak orang lain untuk tidak menyia-nyiakan makanan mereka.

 

Kamila Munna

 

Referensi:

-       Sekolah Pagesangan di Wintaos, Gunung Kidul.

-       Asiah, N., Fairus,S., Novianti, M. D., 'Aini, S. H., Sundus, N. (2022). Wujudkan Zero Hunger Melalui Zero Food Waste. Malang: AE Publishing.

Share:
Read More

Sembunyi di Balik Kata 'Baperan'

 Sembunyi di Balik Kata 'Baperan'

    "Masa gitu aja kesel sih? Baperan banget, lu!" "Ga perlu baper, bercanda doang kok."

Pernah dengar kata-kata semacam itu? Atau bahkan pernah ngucapin ke orang lain atau diri sendiri? Sadar ga? Kata "baperan" sering jadi tameng dari rasa bersalah. Alih-alih minta maaf, malah ngatain orang.

    Baper atau bawa perasaan memiliki arti terlalu sensitif atau terbawa perasaan dalam merespon suatu peristiwa. Dalam psikologi, orang yang baper disebut sebagai Highly Sensitive Person (HSP). Setiap orang punya kadar baper yang berbeda-beda. Ada yang nonton film "Alangkah Lucunya Negeri Ini" sampai nangis sesenggukan, tapi nonton "Miracle in Cell Number 7" sedihnya ga sampai ngeluarin air mata. Ada pula yang bersikap sebaliknya, nangis dua-duanya, atau ga nangis sama sekali.

    Dari contoh itu aja, udah jelas kalau sensitivitas setiap orang tidak sama. Kebanyakan dipengaruhi oleh latar belakang mereka, baik keluarga, pendidikan, ekonomi, maupun peristiwa yang pernah mereka alami.

    Bagi anak dari keluarga yang utuh, candaan soal orang tua mungkin biasa aja. Beda cerita kalau candaan itu dikasih sama anak yatim atau broken home, mesti 'baper'. Sama halnya dengan bahasan skripsi. Ada mahasiswa yang biasa aja meski belum lulus tepat waktu, tetapi ada mahasiswa yang jadi sedih karena skripsi belum kelar sementara ia ingat biaya kuliah yang membebani orang tuanya.

    Masalahnya, kadang kita tidak tahu latar belakang atau peristiwa apa yang telah menimpa orang yang kita ajak bercanda. Nah, ini juga sering terjadi pada komentar-komentar di media sosial. Sebagai contoh, seorang public figure melakukan sebuah kesalahan kecil di atas panggung. Kemudian rekan kerjanya membuat lelucon dari kesalahan itu. Ia pun mengungkapkan rasa sakit hatinya di media sosial. Setelah unggahan itu, rekan kerjanya bilang, "Aku minta maaf. Ga usah diambil hati ya, tadi itu beneran cuma bercanda kok." Herannya, ada beberapa netizen yang justru berkomentar, "Candaan kaya gitu wajar banget sebenernya. Apalagi buat artis. Jadi artis jangan baperan dong!" "Lagi PMS kali, cuma gitu aja baper. Kan yang dikatain emang bener." Padahal netizen kan ga tau apa yang sebenarnya public figure itu alami.

    Jangankan komentar untuk public figure, komentar buat teman kita sendiri yang suka curhat soal peristiwa yang bikin dia tersinggung di media sosial seringkali tidak enak dibaca. Niatnya meluapkan perasaan kesal, eh malah tambah kesal karena komentar. Yang lebih parah lagi, pelakunya justru menjadikan curhatan tadi sebagai bahan lelucon ke orang lain. "Si X mah orangnya emang baperan banget, kaya gitu doang dicurhatin," begitu katanya.

    Lagi-lagi orang itu sembunyi di balik kata "baperan". Kebiasaan seperti ini harus dibuang jauh-jauh. Rasa bersalah seseorang semakin berkurang karena kata "baperan". Akibatnya, dia ga mau minta maaf, Ia justru jadi pribadi yang mudah menghakimi orang tanpa evaluasi terlebih dahulu. Bahaya banget kan?!

    Ga cuma bahaya buat kepribadian kita, tapi juga bahaya buat orang yang dicap "baperan" tadi. Bisa-bisa dia menyalahkan dirinya sendiri, lalu takut berbaur dan bercengkerama dengan orang lain. Ga cuma itu, orang yang dengar bahwa si X ini baperan bisa jadi malas ngobrol sama X. Pikirnya nanti obrolan ga asyik karena ada yang terusik. Mau bercanda untuk mengakrabkan diri malah jadi takut/khawatir.

    Padahal, Islam mengajarkan kita untuk tidak membuat orang lain khawatir (takut). Rasulullah Muhammad saw. bersabda,

لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

Artinya: “Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Daud no. 5004 dan Ahmad 5: 362)

    Nah, udah paham kan... Kalau setiap orang punya tingkat baper yang berbeda tergantung latar belakang mereka. Satu kata dapat berdampak positif, negatif, maupun netral untuk setiap orang. Kita tidak bisa mengontrol perasaan maupun tindakan orang lain, tetapi terkadang bisa mempengaruhinya. Oleh karena itu, kontrol tindakan kita agar tidak berpengaruh buruk pada orang lain maupun diri sendiri.

    Jika dalam sebuah obrolan ada orang yang terlihat tersinggung atau tidak nyaman, itu namanya bukan baperan melainkan respon valid dari seseorang yang merasa batasnya telah dilewati. Kalau menghadapi hal demikian, stop sembunyi di balik kata "baperan" dan segera meminta maaf. Jaga perkataan yang keluar dari mulut maupun jari kita ya...


Kamila Munna


Referensi:

  • gramedia.com
  • health.detik.com
  • idntimes.com
  • rumaysho.com

PS: Ini berlaku juga buat yang suka buat orang 'soalah jadi spesial' padahal sebenarnya biasa aja. Nanti kalau dia baper, terus ditolak/dighosting dengan alasan "dianya yang baperan", sakit hati dia.

Share:
Read More

Tips Menghindar dari "Gagal Skripsi"

 

GAGAL SKRIPSIAN

versi Kamila Munna

 


Dahulu, kala belum berinteraksi dengan skripsi, aku berpikir, Kenapa ya orang-orang bisa sampai depresi gara-gara skripsi? Kenapa bisa ga selesai-selesai? Emang sesusah itu apa? Perasaan tinggal search, neliti, nulis, bimbingan, presentasi, revisi. Ga susah-susah banget lah.

Yang lagi skripsian emosi nih kayanya baca pikiranku, ya termasuk aku. Percayalah, ternyata memang tidak semulus itu jalan skripsian. Perlu digarisbawahi, setiap orang memiliki rintangan masing-masing dan ga bisa dibandingin sama orang lain. Skripsi bukan masalah siapa yang mulai duluan, siapa yang lebih rajin, siapa yang lebih pinter, dan siapa yang lain-lainnya. Skripsi memang punya waktunya masing-masing, tapi kita harus berusaha menjemput waktu itu agar semakin cepat bertemu. Bahkan yang waktunya cepat pun belum tentu kualitas skripsinya bagus.

Meskipun rintangannya berbeda-beda, tetapi ada faktor yang bisa kita usahakan. Alih-alih cerita tips-tips sukses skripsian (yang mana prosesku ga teramat sukses juga), aku mau sharing hal-hal yang kusesalkan dan menghambat proses skripsiku (terutama dari dalam diri), biar teman-teman yang baca bisa bertindak preventif dan represif terhadap hal-hal ini.


1. Takut

Takut apa? Banyak banget. Mau ngapa-ngapain takuuut mulu bawaannya. Takut ini bikin segala hal tertunda. Pertama, takut mau ngontak dosen buat minta ketemu atau bimbingan. Waktu itu, aku udah dapat topik bulan Maret. Terus, karena Covid, posisiku di rumah, bukan di Jogja. Akhirnya baru ke Jogja Agustus. Tapi… Aku baru berani ngechat dosenku buat ketemu akhir bulan September. Parah ga tuh? Padahal temen-temenku waktu liburan juga udah ada yang ke lab buat skripsi.

Kok lama banget baru ngechat? TAKUT. Alasannya takut. Takut nanti ditanya-tanya terkait topiknya. Takut ditanya teori-teori terkait topiknya. Takut ditanya rencana penelitiannya gimana. Takut aja pokoknya. Padahal aku juga udah search soal topiknya. Sampe akhirnya motivasi dan nenangin diri sendiri, baru berani bilang kalau udah di Jogja.

      Dan… tebak deh, separah apa waktu ketemu pertama kali buat mulai skripsian. Mmm… baik-baik saja. Ga parah sama sekali. Segala yang kutakutkan tidak terjadi. Ga ada tuh ditanya-tanya soal teori dan gambaran penelitiannya gimana. Malah diarahin dan disemangati. Coba dari lama ngontaknya, mungkin skripsinya bisa lebih cepat dan berkualitas.

Padahal udah pengalaman takut itu menghambat, tapi lagi-lagi kesulitan ngendaliin takut. Waktu ada masalah alat yang rusak, takut buat ambil risiko ganti tempat. Takut juga mau minta pertimbangan dosen. Waktu lagi kekukarangan uang buat penelitian, takut juga mau ngomong. Dan masih banyak takut-takut lain. Waktu udah berani, padahal baik-baik aja akhirnya, ga mengerikan sama sekali.

Emang ya… “Takut pada sesuatu itu lebih mengerikan daripada apa yang ditakutkan.” Takut ini hal yang paling menghambat bagiku. Soalnya, ketidakberanian ini menunda satu step yang membuat step lain tidak bisa berjalan. Jadi, beranilah!


2. Teralihkan

Efek dari perkuliahan daring bikin kita makin bebas ikut banyak kegiatan. Waktu kita makin luang karena ga perlu kepotong buat siap-siap pergi, ga butuh waktu jalan ke tempat kegiatan, dan ga sia-sia nunggu orang lain ngumpul buat mulai kegiatan. Tentu saja kondisi ini berdampak pada skripsiku.

Awalnya, aku ngurangin kegiatan dengan niat fokus skripsian. Aku cuma ngambil sedikit SKS, ga ikut organisasi, juga kepanitiaan. Topik skripsiku emang ga sepenuhnya bisa daring, mesti ke lab buat penelitian. Karena kondisi yang tak terelakkan, tiap orang cuma punya jatah 2 kali seminggu buat ngelab. Jadi lebih sering nyari-nyari teori dari jurnal dan buku-buku daring, yang mana amat tidak saya nikmati, haha. Alhasil, aku cepat bosan dan banyak waktu luang. Hal ini memicuku buat cari kegiatan lain. Kegiatan lain itu jadi asisten mata kuliah dan praktikum, part time di SDIT, ngelesin, dsb.

Kegiatan lain ini ga sepenuhnya positif. Salah satunya yaitu keranjingan nonton YouTube. Sebab bosan, stuck ga nemu referensi yang tepat, pusing harus baca jurnal ilmiah bahasa inggris, ga menikmati skripsi, jadi alasan buat “ah, aku ikut ini aja ah, aku ikut itu aja deh, aku nonton dulu lah.” Sayangnya, kegiatan-kegiatan itu sangat mengalihkan konsentrasi skripsian. Dampaknya, jelas skripsi ga keurus. Ketunda lagi kan…

Boleh kok cari kegiatan biar ga bosan dan kosong. Tapi ga boleh teralihkan dan jadi mengabaikan skripsian. Caranya gimana? Buat komitmen! Setidaknya, setiap hari harus ada progres kemajuan skripsi, minimal nulis 1 paragraf deh, atau sekadar ngumpulin referensi meski belum dibaca, yang penting harus ada progres. Kalau sendirian ga bisa ngontrol itu, ajak temen buat saling nanyain kabar progres tiap hari. Bikin janji mau ngerjain jam berapa dan targetnya apa. Di akhir hari atau besoknya bisa saling nanyain. InsyaAllah bakal berhasil kalau keduanya menjaga komitmen.


3. Dramatisir

Dramatisir adalah efek kebanyakan nonton dan baca cerita-cerita fiksi dan misteri (kurasa). Jatuhnya overthinking sih. Waktu ada hal yang tidak diduga, tiba-tiba pikirannya ke mana-mana. Memperumit. Alih-alih bertindak atas solusi yang sudah dipikirkan, malah tenggelam dalam imajinasi yang mengasihani diri sendiri. Mikir, bingung, bayangin, ngabisin waktu banget. Padahal kan waktunya bisa buat ngetik skripsi.

Nah, kalau udah mulai mendramatisir dan mengasihani diri sendiri, coba deh tulis hal-hal yang kamu pikirin dan bayangin. Tulisan itu bakal mengurai dan memperjelas sebenarnya masalahnya apa sih? Oh… ternyata ga serumit itu ya. Lalu temukan solusi dan ditindaklanjuti!

Soal dramatisir ini, setiap orang bakal beda-beda. Bisa jadi emang ga niat drama, tapi emang seterbebani itu mental dan fisik kita. So, kenali diri kamu! Kalo ga bisa kenalan sendiri, ajak ngobrol temen atau orang yang profesioanal pada bidang ini.


4. Faktor-X

Mau sesempurna apa pun persiapan/ rencana kamu, seringkali ada aja faktor X yang ngerusakin itu. Termasuk skripsian. Makanya belum tentu orang yang mulai duluan, orang yang lebih pinter (katanya), orang yang rajin bakal selesai duluan. Faktor X itu ga kenal sifat orang. Jadi, siap-siap aja. Juga hindari dramatisir bila ketemu sama si X.

Faktor X yang aku alami dan sangat menghambat itu adalah “alat analisis utama RUSAK”. Ini jelas di luar kendaliku, soalnya alat ini ada di lab lain dan dioperasikan oleh laboran di sana. Alatnya langka, bagian yang rusak harus diganti, sparepart-nya pesen dari Jepang yang sampe berbulan-bulan, perlu kalibrasi setelah sampai, dll. Udah cari di tempat lain, tapi ga ketemu yang sama. Heran, padahal nyarinya udah sampe LPPT, UI, ITB, IPB, UNDIP, dan banyak lagi. Akhirnya ketemu yang bisa, meskipun alatnya ga sama, di UII. Dan… biaya pengujiannya 2,5 kali lebih mahal dari alat sebelumnya. Setelah usaha, menunggu bulanan, dan tidak punya pilihan, akhirnya mengikhlaskan keuangan dan pakai alat di UII. Sampel sudah siap, tinggal kirim, ternyata lab ditutup selama 1 bulan karena banyaknya sampel yang masuk. Kapan aku lulus ya Allah?? Sedih banget waktu dapat informasi ini. Nangis? Jelas. Entah udah berapa liter air mata tumpah karena skripsian (hiperbola yg ini gaes). Pada akhirnya nunggu lab UII buka dan masukin sampel ke sana.

Faktor X yang lain yaitu kerjaan asisten Metodologi Riset dan Penuturan Ilmiah yang jauh lebih banyak dari yang diperkirakan. Semester sebelumnya juga aku ambil asisten itu. Aku ambil lagi karena sebelumnya mahasiswa makul tersebut sekitar 20an dan tidak ada tugas. Tapi… waktu mau fokus skripsi, ternyata mahasiswa makul itu 60an dan ada 2 tugas analisis yang ngoreksinya ga bisa cepet. Parah sih. Ini ngabisin waktu beberapa hari.

Masih ada faktor-faktor lain tentunya. Intinya, siap-siap buat ketemu faktor X di luar prediksi kamu. Kalau ketemu, percaya deh, pasti ada solusinya. Tapi solusi itu ga bakal datang tanpa diundang kaya masalah. Jadi, harus dijemput pake usaha. Ingat juga, kamu ga sendirian. Minta tolong ketika butuh bukan hal yang memalukan kok.


5. Malas

Jelas. Ga butuh penjelasan kan?

 

Nah, itu 5 hal yang bisa bikin skripsi gagal kalau ga diatasi sepengalamanku. Akhir paragraf, aku mau berpesan: Perhatikan kualitas skripsi kamu. Plis jangan asal bikin yang penting cepet kelar. Gelar yang bakal kamu dapatin itu ga asal-asalan lo. Oke! Semangat SKRIPSI-an… Terima kasih sudah membaca. :)

Share:
Read More

Budaya "Jam Ngaret"

 

Kenapa Harus On-Time?

 

Main tebak-tebakan yuk. Kalau pernah nonton The Hobbit semestinya tau sih.

“Benda ini memakan segalanya, burung, binatang, pohon, dan bunga. Mengerat besi, menggigit baja. Batu keras pun digilingnya.”

Apakah benda itu?

Jawabannya: Waktu

 

Waktu adalah sebenar-benarnya omnivora. Manusia dan segudang kegiatannya pun ditelannya. Tinggal mau ditelan bulat-bulat tanpa meninggalkan kesan atau diolah agar memberi rasa yang berkesan. Hidup ini hanya sebentar. Satu hari terdiri atas 24 jam. Kalau sehari tidur 6 jam, ¼ hidupmu hanya dihabiskan untuk tidur. Ditambah bermalas-malasan beberapa jam, sisa berapa waktu hidup yang benar-benar berguna?

Makin sadar sedikitnya kesempatan mata untuk menikmati keindahan dunia bukan? Nah, sekarang kita lihat banyaknya waktu yang tersia-siakan hanya untuk menunggu. Tahu jam karet bukan? Aku juga sering mengalaminya. Kadang aku sendiri yang membuatnya ngaret L bisa disengaja maupun tidak. Disengaja karena keyakinan budaya ngaret yang juga teman-teman lain lakukan. Jadi, daripada waktuku terbuang untuk menunggu, lebih baik melakukan hal lain bukan? Eits, ini yang buat budaya ngaret tidak menghilang. Sebelum berkata lebih banyak dan meminta yang lain on time, lebih baik mulai dari diri sendiri dulu. Sebenarnya menunggu yang lain itu tidak sia-sia loo, kalau kita manfaatkan. Sambil menunggu, kita bisa Al Quran, novel, buku pelajaran barangkali, atau menyempatkan membalas chat teman-teman atau grup (Note: kalau tidak suka diabaikan, jangan mengabaikan yang lain).

Masalah lainnya adalah ketika kita on time, acaranya yang ngaret. Bahkan aku sendiri menyusun acara dengan memberi waktu untuk ngaret. Kalau kubuat tepat waktu, bisa jadi tidak berjalan karena pesertanya sedikit. Di sisi lain, ada orang yang benar-benar tepat waktu. Tipe peserta seperti ini kadang membuat tidak enak hati, wkwk. Tenang, tenang... Untuk mengatasi hal tersebut, kita perlu membuat kegiatan untuk yang tepat waktu, seolah-olah acara sudah dimulai untuk mengapresiasi mereka. Kalau kita menunda kegiatan karena orang lain terlambat, sama saja kita tidak menghargai yang datang tepat waktu. Oleh karena itu, sebagai penyusun kegiatan, kita harus datang lebih awal dari jadwal yang kita umumkan. Semangat!

Nah, demi memanfaatkan sebenar-benarnya hidup yang hampir ½ dari usia biologis kita, maka mulailah tepat waktu dari diri sendiri. Tidak perlu takut sia-sia datang tepat waktu. Manfaatkan saja waktu menunggu untuk membaca, berdoa, menghibur diri, atau kegiatan bermanfaat lainnya. Dengan menjadi tepat waktu, tidak ada orang lain yang dirugikan, termasuk diri sendiri.


Kamila Munna

Share:
Read More

Takut Gagal (Hikmah QS. Al Waqi’ah ayat 63-64)

 

Takut Gagal
(Hikmah QS. Al Waqi’ah ayat 63-64)

 

Pada suatu malam yang temaram, Siti mengirim sebuah file diiringi pesan, “Alhamdulillah kita lolos ke final gaes” pada grup WhatsApp LKTI berisi 3 mahasiswa MIPA. Grup segera banjir dengan kalimat-kalimat syukur nan bahagia. Satu kalimat tadi begitu menyenangkan hati. Setelah sekian kali gagal menoreh prestasi di kampus, akhirnya ada juga yang berhasil. Namun, bahagia itu memudar kala file dari Siti aku baca. Ha? Biaya finalnya enam ratus ribu per orang? Maklum sih harus menginap 3 hari di Bandung. Tapi… banyak banget, lagi butuh-butuhnya uang buat kegiatan lain lagi. Bagus kalau nanti menang, kalau engga, gimana? seketika terlintas dalam pikiranku. Aku hanya mampu menghela napas dan berusaha berpikir positif. Kesempatan tidak datang 2 kali, Mil. Menang kalah pasti ada hikmah. Masalah uang, Allah Mahakaya. Pasti ada rezekinya.

Atas dasar itu, Rp 600.000,00 aku transfer pada panitia sebagai konfirmasi keikutsertaan final. Ah, rasanya masih tidak ikhlas, tapi sudah terjadi. Tibalah hari kami berangkat ke Bandung. Hingga hari kedua di sana, yaitu puncak final presentasi LKTI, hatiku masih tidak tenang. Bukan hanya karena mau presentasi di depan juri, melainkan juga takut kalah dan uang pendaftaran jadi sia-sia. Aku membuka handphone untuk mencari ketenangan. Icon berwarna hijau bertuliskan القرآن di pojok kanan layar aku tekan. Tak ada yang lebih manjur dalam memberi tenang selain membaca Alquran. Surah Al Waqi’ah yang kubaca berikut artinya. Hingga aku sampai pada ayat ke-63 dan 64.

أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ () أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ

“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?” (QS: Al-Waqi’ah ayat 63-64)

Deg, aku terkesiap. Ikhlas seketika. Kok bisa? Yuk kita bahas kandungan ayat ini.

***

            Mengapa Allah Swt. mengemukakan hal ini dengan kalimat tanya? Pertanyaan ini menegaskan kepada manusia agar memikirkan dan merenungkan kembali mengenai tumbuhan atau usaha yang mereka tanam. Allah mengungkapkan bahwa sebagian besar manusia lupa akan keagungan nikmat Allah tersebut. Bukankah kedudukan manusia hanya sekadar menanam, memupuk, menyiram, dan memelihara tanaman dari berbagai pengganggu? Sedangkan yang jelas dan tak ada keraguan lagi bahwa Allah-lah yang menumbuhkan tanaman itu, menambah dahan dan ranting, serta memamerkan bunga sampai menjadi buah yang dapat dinikmati manusia. [berdasarkan Tafsir Kemenag RI]

            Menurut Tafsir Mafatihul Ghaib pemakaian kata “tumbuhan” pada ayat ini sebagai simbol rezeki atau makanan pokok yang membuat manusia dapat bertahan hidup. Sedangkan menurut Ibnu ‘Asyur, tanaman tersebut maksudnya kehidupan manusia seperti halnya padi, yakni manusia akan melahirkan manusia lain seperti bulir padi yang melahirkan bulir lainnya. Proses ini tak terlepas dari kuasa Allah Ta’ala.

            Kedua ayat ini mengingatkan manusia agar memperhatikan apa yang mereka tanam, memperhatikan usaha apa yang mereka lakukan, sejauh mana kerja kerasnya untuk mencapai tujuan. Namun, usaha itu akan berhasil atau gagal terlepas dari tangan manusia. Hanya kuasa dan kehendak Allah Ta’ala yang dapat membuahkan keberhasilan. Melalui tanaman dalam ayat ini, Allah mendorong manusia agar senantiasa berpikir tentang keagungan Allah dan bertawakal kepada-Nya.

***

            Ternyata yang membuatku tidak ikhlas dari kemarin karena aku lupa akan kuasa Allah Ta’ala. Hanya kehendak-Nya kita bisa berhasil maupun gagal. Apa pun hasilnya, tidak pernah sia-sia selama kita sudah berikhtiar dengan baik. Sebab Allah menilai usaha kita, bukan hasilnya. Alhamdulillah Allah beri ketenangan hari ini melalui kalam-Nya yang mulia. Allah juga beri bonus Juara III bagi kami.

Dari kisah ini aku belajar bahwa hasil bukanlah urusan kita, dan jika gagal akan jadi pelajaran dan bekal untuk mencapai keberhasilan di masa mendatang. Ayat ini menjadi suplemen semangat mencapai asa, menjadi obat kala gagal menimpa, dan menjadi alarm syukur kala bersua dengan keberhasilan.

 

Referensi:

 

Kamila Munna ~ RQJ-U2

 

Share:
Read More

Menjawab Isu Sains

MENJAWAB ISU TENTANG SAINS

 
Disclaimer: materi ini aku dapat dalam suatu seminar bersama Ust. Dr. Budi Handrianto, M.Pd.I (Peneliti Insists) pada Sabtu, 4 Juli 2020.

Coba kasih pendapat ya... Menurut kalian, pernyataan-pernyataan ini benar atau ada yang kurang tepat? (nanti jawaban menurut ustadznya aku taruh bawah).
  1. "Ilmu pengetahuan bagaikan “pisau bermata dua” yang bisa dipakai untuk kebaikan dan kejahatan. Maka ia harus digunakan dengan hati-hati dan bertanggung-jawab sekaligus sangat penting menggunakannya secara benar ketika memperolehnya.”
  2. “Tujuan agama adalah meningkatkan moralitas dan bukan menyatakan fakta-fakta ilmiah secara spesifik. Maka, sains yang merupakan penjelas dari fakta-fakta ilmiah yang menjadi ranah para saintis dalam praktiknya tidak berhubungan dengan agama tertentu.”
  3.  “Sains itu universal. Maka hanya ada satu sains yang sifatnya universal, problemnya dan paradigmanya menginternasional. Dengan demikian tidak terdapat sains Islam, tidak pula sains Hindu, sains Yahudi, sains Konfusius atau sains Kristen.“ (Abdus Salam, orang Pakistan muslim yang menerima hadiah nobel).
  4. “Dalam pelajaran Fisika dikenal hukum kekekalan energi [btw, yang benar itu "kelestarian energi"], yaitu energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi hanya dapat berubah dari bentuk enegi satu ke bentuk energi lain.”
  5. “Ilmu itu tidak bebas nilai, melainkan terikat dengan nilai-nilai ideologis yang mempunyai maksud tersendiri.”
  6. “Sains adalah penjelasan atas kejadian-kejadian yang terjadi di alam semesta baik makro maupun mikro, sehingga bisa disebut dengan Hukum Alam (Natural Law).”
  7. “Tuhan menciptakan alam semesta ini beserta hukum-hukum dan kemudian membiarkan alam semesta ini berjalan sesuai dengan hukum-hukumnya. Alam semesta berjalan dengan hukum-hukum tersebut.”
  8. “Sebagai ilmuwan harus netral dan tidak berpihak kecuali pada kebenaran ilmu yang saya miliki.”
  9. “Di Universitas Islam semua ilmu harus diajarkan secara sejajar sebab semua ilmu berasal dari Tuhan.”
  10. “Sesuai dengan konsep pendidikan Islam, maka sebaiknya, ilmu-ilmu yang bersifat fardhu ‘ain (seperti Ilmu Ushuluddin, al-Quran, Hadist, dsb) harus diselesaikan pada sekolah dasar dan menengah pertama, sehingga ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti pelajaran ilmu komputer, elektro, pengobatan, dsb, bisa secara penuh diberikan pada tingkat SMA dan Perguruan Tinggi, sehingga terbentuk lulusan yang profesional."
  11. “Sumber ilmu pengetahuan yang benar hanyalah akal (rasio) dan panca indra (empiris/ positif).”
  12. “Gempa bumi terjadi akibat pergeseran lempengan bumi, tidak ada hubungannya dengan peristiwa lain yang terjadi.”
  13. “Puncak peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah di Baghdad.”
  14. “Ilmu matematika semuanya netral.”
  15. “Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah islamisasi diri sang saintis.” (Pendapat Alatas).

InIni jawaban menurut Ustadz (kalau beda pendapat juga gapapa kok)
     1. Kurang tepat. Hal di atas menyatakan bahwa ilmu itu netral. Ilmu pengetahuan itu tidak netral, karena dilingkupi dengan lingkungan dan peradaban saat itu. Tergantung tempat di mana ilmu itu dipelajari dengan berbagai paradigma. Epistimologi ilmu Barat: keraguan ilmu sebagai estimologi, untuk mempelajari ilmu perlu meragukan ilmu itu terlebih dahulu lantas membuktikan kebenaran ilmu itu.
    2. Kurang tepatIslam adalah suatu sistem hidup yang syumul (sempurna). Allah itu menurunkan kitab untuk menjelaskan segala sesuatu, termasuk sains. Karena sekulerisme, agama dipersempit hanya membahas moralitas dan ibadah saja. Sains dan Agama itu tidak dapat dipisahkan, buktinya dahulu ulama’ itu juga saintis seperti Fakhrudin Ar Rozi. Dalam konsep Islamisasi, diharapkan pemahaman pada  ilmu pengetahuan umum sama dengan pemahaman agama, jadi saintis juga ulama’.
        3. Kurang tepatIni hanya dimiliki pada masa tertentu saja, termasuk sekarang. Namun, 500 tahun sebelumnya sains Islam. Islam juga punya konsep Sains.
        4. Kurang tepatEnergi itu mulanya memang diciptakan oleh Allah. Dan dalam aqidah Islam, semua nanti pasti akan hancur. Pernyataan ini kalau berlaku umum, berarti energi muncl begitu saja dan tidak akan musnah.
        5. BenarNilai tergantung pada di mana dan bersama siapa dipelajari.
        6. Kurang tepatDengan adanya natural law ini merupakan paham sekulerisme di mana berarti tidak menyertakan adanya peran Tuhan. Pendapat sekuler, “Tuhan adalah pembuat jam. Yg dibuat dan dijual. Setelah terjual tidak peduli lagi dengan jamnya. Lalu istirahat.” Padahal Allah itu setiap saat mencipta, mengembangkan, memelihara, memusnahkan.
        7. Kurang tepat.
        8. Kurang tepatKita harus menjadi orang yang berpihak dengan agama. Misal, walaupun chef handal, kita tidak akan pernah memasak babi karena haram. Termasuk juga berpihak pada negara.
        9. Kurang tepatDalam Islam, ada klasifikasi dan hierarki ilmu. Jadi semua ilmu tidak sejajar.
        10. BenarIlmu fardhu ‘ain harus diajarkan terlebih daripada ilmu fardhu kifayah. Sehingga dasar-dasar kebenarannya kuat dan tidak dzalim terhadap ilmu.
        11. Kurang tepatDalam Islam ditambah: wahyu dan intuisi.
        12. Kurang tepatSetiap apa yang terjadi di alam semesta berhubungan.
        13. Kurang tepatPuncak peradaban Islam adalah pada saat Rasulullah saw. masih hidup, karena menciptakan orang-orang shalih. Kalau peradaban pengetahuan Islam bisajadi saat Daulah Abbasyiah masa Harun Ar Rasyid. Menurut paham Barat manusia berevolusi menjadi baik, secara Islam manusia devolusi.
        14. Kurang tepatTidak netral. Tergantung jenisnya. Misal 1+1=2 untuk bilangan bulat, tapi di bilangan biner beda, dan jika ada variabelnya juga berbeda.
        15. Benar.

Kamila Munna






h

Share:
Read More

Consultant Detective Series

Consultant Detective Series

 

Hai, penggemar misteri…

Tentu tahu kan siapa yang dimaksud pada judul tulisan ini? The one only consultant detective in the world, Sherlok Holmes. Petualangannya menguak misteri sangat melegenda, bahkan sudah bertahan selama 1 abad ini. Buku-buku gubahan Sir Arthur Conan Doyle masih diproduksi dengan sampul yang penuh inovasi. Bahkan banyak juga buku-buku dan film-film berjudul “Sherlock Holmes” dengan penulis yang berbeda. Ceritanya dibuat berlatar masa kini, sedangkan cerita aslinya berlatar London 1 abad lalu.

Berbicara tentang serial Sherlock Holmes, kisah ini sudah difilmkan dengan 2 tokoh utama yang berbeda. Mengapa berbeda? Karena latar waktu dan produksi filmnya berbeda. Film berlatar London 100 tahun lalu dibuat berdasarkan cerita asli yang ditulis oleh Sir Arthur Conan Doyle diperankan oleh Robert Downey Jr. Sejauh ini, baru 2 film yang rilis.Film ketiganya akan segera rilis. Visualisasi filmnya benar-benar menggambarkan masa lampau dengan teknik-teknik yanga da saat itu.


Sumber gambar: https://www.imdb.com/

Berbeda dengan film produksi Warner Bross di atas, serial Sherlock Holmes dibuat cerita baru yang diperankan oleh Benedict Cumberbatc. Serial ini berlatar masa kini, sehingga masalah dan penyelesaiannya tak lepas dari teknologi sehari-hari. Total terdapat 13 film serial BBC ini. Cerita di tiap filmnya saling terkait.

Serial Sherlock Holmes BBC dimulai dari film (atau bisa disebut episode 0) yang berjudul The Abominable Bride. Film ini cukup rumit dipahami karena latarnya 1 abad lalu dan masa sekarang. Sepertinya film ini menjadi jembatan bahwa Sherlock satu abad lalu juga ada di masa sekarang, dan pikirannya masih sering berhubungan. Juga sebagai pengenalan tokoh-tokoh yang nantinya akan berperan dalam episode-episode selanjutnya.

Setelah rilis film pertama, Sherlock Holms dari BBC merilis season 1 yang berisi 3 episode. Lawan Sherlock Holmes terkuat yang menjadi “Konsultan Kriminal, Moriarty” dikenalkan oleh pelaku-pelaku kejahatan di sini. Namun, ia baru muncul di akhir episode 3 di adegan yang mengancam nyawa sahabat Sherlock, dr. Watson. Tentu akhir season 1 ini mengundang penasaran penontonnya untuk berlanjut ke season 2.

Season 2 juga terdiri dari 3 episode. Di sini, peran Moriarty makin terlihat. Season 2 memang lebih fokus ke bagaimana Sherlock menang dalam permainan Moriarty. Kalau di film Warner Bross, ini seperti film keduanya. Bahkan berakhir dengan kematian yang sama, tetapi dengan cara yang berbeda.

Tiga episode pada season 3 lebih fokus kepada pemeran baru, yaitu Mary yang sangat dicintai Watson. Ada pula penjahat utama baru di season 3 ini. Kisah-kisahnya cukup mengejutkan, apalagi bagian identitas Mary sebenarnya. Bagi yang suka romance tentu kalian akan terharu bagaimana Watson dan Mary saling mencintai. Kisah cinta mereka masih menjadi plot pada season 4.

Season terakhir ini diawali dengan perjuangan Mary menghadapi identitas aslinya (risiko pekerjaan sebelumnya) dan perjuangan Watson menjaga istrinya, walau berakhir … (ga mau spoiler). Episode 2 berkisah tentang kasus runyam yang penuh pengorbanan untuk mengungkap kebenarannya. Ditambah lagi, pertengkaran Sherlock dengan sahabatnya (karena episode 1) yang membuat seorang Sherlock frustasi selain karena kasus rumit yang bikin terharu. Nah, di episode 3 kita dikejutkan dengan fakta yang dari segala buku dan film Sherlock Holmes tak pernah kutemukan. Fakta itu ialah Sherlock Holmes memiliki saudara kandung selain Mycroft Holmes. Yang ternyata, bekerja sama dengan Moriarty. Sungguh plot twist yang sangat epic. Kisahnya sangat seru dan menegangkan.

Kalau bicara soal jalan cerita, sudah jelas tidak mengecewakan penggemar misteri. Penasaran kan jadinya? Pokoknya kalau kamu Sherlockian perlu nonton banget sih, hehe.


Share:
Read More